170 Pohon Sawit Mashaya Dilindungi Hukum, Adv. Sulaeman Tegas Peringatkan Pengganggu

Makassar– Tim kuasa hukum Mashaya menegaskan bahwa 170 pohon sawit yang ditanam dan dikelola oleh kliennya secara pribadi bukan bagian dari objek sengketa tanah warisan. Menurut kuasa hukum, sawit tersebut merupakan hasil kerja keras, modal, dan investasi pribadi Mashaya, sehingga tidak ada alasan hukum bagi pihak lain untuk menguasai atau mengambil hasilnya.

Sawit itu bukan warisan, melainkan milik sah Mashaya. Karena itu, siapa pun yang mencoba mengganggu atau mengambil hasil panen sawit tersebut jelas melakukan perbuatan melawan hukum. Kami akan menempuh langkah hukum pidana maupun perdata terhadap pihak-pihak yang berani melakukannya,” tegas kuasa hukum Mashaya.

Adv Sulaeman selalu Kuasa hukum menjelaskan, akan ada upaya Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung karena putusan kasasi sebelumnya mengandung kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata sebagaimana diatur dalam Pasal 67 huruf f Undang-Undang Mahkamah Agung. Dalam amar putusan kasasi, Mahkamah Agung sama sekali tidak mempertimbangkan fakta kepemilikan 170 pohon sawit, sehingga menimbulkan kerugian nyata bagi Mashaya.

Pengabaian terhadap sawit tersebut dinilai bertentangan dengan asas superficies solo cedit sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA dan Pasal 500 KUH Perdata. Walaupun asas tersebut melekatkan tanaman pada tanah, yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 293 K/Sip/1983 menegaskan bahwa tanaman yang ditanam dengan biaya sendiri tetap menjadi milik penanam. Selain itu, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa hak milik pribadi yang diperoleh secara sah wajib dilindungi negara, sesuai Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

Dengan dasar hukum yang jelas ini, tidak ada pihak mana pun yang berhak menguasai sawit Mashaya. Kami ingatkan dengan tegas, setiap tindakan penguasaan atau pemanenan sawit tanpa izin pemilik sahnya dapat dijerat hukum sebagai perbuatan melawan hukum,” ujar Adv Sulaeman

Lebih lanjut, kuasa hukum menekankan bahwa perlindungan terhadap hak milik pribadi bukan hanya persoalan perdata, tetapi juga menyangkut kepastian hukum dan wibawa konstitusi. Jika pengadilan mengabaikan hak milik sah seseorang, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap lembaga peradilan.

Oleh karena itu, kuasa hukum Mashaya berharap Mahkamah Agung melalui mekanisme PK dapat membatalkan putusan kasasi sebelumnya dan mengakui kepemilikan sah Mashaya atas 170 pohon sawit. “Kami percaya Mahkamah Agung akan memperbaiki kekhilafan ini. Jika tanah sengketa tetap harus dibagi, Mashaya berhak mendapatkan ganti rugi yang layak atas sawitnya. Itu adalah solusi yang adil, seimbang, dan sesuai hukum,” pungkasnya.