Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Wartawan Media Online Republik Indonesia (DPP AWMORI) kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga marwah jurnalistik di tengah derasnya arus infuormasi digital.
Melalui Ofi Sasmita, salah satu pengurus pusat, DPP AWMORI mengingatkan bahwa profesionalisme adalah harga mati bagi seorang jurnalis.
“Di era kecepatan informasi seperti sekarang, godaan untuk menjadi yang tercepat sering kali membuat sebagian jurnalis tergelincir pada berita yang tidak terverifikasi. Itu tidak boleh terjadi. Tugas kita bukan sekadar cepat, tapi akurat dan benar. Kepercayaan publik itu dibangun dengan integritas, bukan sensasi murahan,” tegas Ofi Sasmita saat diwawancarai di Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Pernyataan ini muncul di tengah maraknya fenomena berita clickbait, hoaks, hingga framing pemberitaan yang dapat menyesatkan masyarakat. Ofi menegaskan, DPP AWMORI tidak akan segan memberikan pembinaan bahkan sanksi kepada anggota yang melanggar kode etik jurnalistik.
Saat ini, DPP AWMORI menaungi 750 media online yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Kekuatan ini didukung oleh 28 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di tingkat provinsi dan 315 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di tingkat kabupaten/kota.
“Jaringan sebesar ini adalah kekuatan strategis untuk membangun iklim informasi yang sehat. Bayangkan, jika seluruh 750 media online ini konsisten menyampaikan berita yang akurat dan mendidik, dampaknya akan luar biasa bagi kemajuan demokrasi dan literasi bangsa,” lanjut Ofi.
Tidak hanya mengawasi, DPP AWMORI juga aktif menggelar pelatihan, workshop, dan pembinaan langsung untuk memastikan setiap jurnalis memahami kode etik, hukum pers, hingga teknik verifikasi data.
“Jurnalis adalah garda terdepan pembawa kebenaran. Setiap kata yang kita tulis bisa membangun, tapi juga bisa meruntuhkan. Mari kita pilih untuk membangun,” tutup Ofi Sasmita dengan nada tegas.
Langkah DPP AWMORI ini disambut positif oleh banyak kalangan, termasuk pengamat media yang menilai bahwa penguatan kode etik jurnalis adalah salah satu cara paling efektif untuk melawan maraknya hoaks di Indonesia.
Dengan jejaring yang masif, pernyataan ini diprediksi akan menjadi sinyal kuat bagi seluruh insan pers, sekaligus pengingat bahwa kekuatan media bukan pada jumlah pengikut, melainkan pada kepercayaan publik yang dijaga dengan profesionalisme.
Redaksi