Luwu Timur-Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik APBN 2025 yang seharusnya menjadi penopang peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, justru diduga berubah menjadi ajang bancakan politik.
Informasi yang dihimpun awak media mengungkap fakta mencengangkan: puluhan sekolah dasar dan menengah penerima DAK swakelola diduga dipaksa “berbagi proyek” dengan oknum yang mengaku tim sukses Pilkada.
Padahal, sebelum dana itu cair, para kepala sekolah telah berjibaku melengkapi syarat administrasi, bahkan rela menempuh perjalanan ke Jakarta demi memperjuangkan hak sekolah mereka.
“Semua syarat sekolah yang urus, sampai ke Jakarta. Dana pun masuk ke rekening sekolah. Tapi begitu mau jalan, tiba-tiba muncul oknum yang klaim sebagai tim sukses, katanya perintah atasan,” ungkap salah seorang kepala sekolah kepada awak media.
Data menyebutkan, setidaknya 24 SD di Luwu Timur menerima kucuran DAK dengan nilai di atas Rp100 juta per sekolah. Puluhan SMP juga menerima dengan angka mencapai miliaran rupiah. Namun, alih-alih fokus pada pembangunan toilet, UKS, hingga rehab RKB, proyek itu justru coba dikuasai pihak luar.
“Mereka enaknya ambil alih pekerjaan, tapi laporan dan pertanggungjawaban tetap sekolah yang pusing. Apakah mereka paham sistem belanja barang melalui aplikasi pemerintah? Jelas tidak. Sekolah yang akhirnya jadi korban,” beber sumber lain.
Situasi ini memicu reaksi keras dari Federasi Advokat Muda Indonesia (FAMI). Pimpinan Nasional FAMI, Adv. Anita Maharani, menilai kasus ini tidak bisa dianggap sepele.
“DAK itu hak sekolah, bukan bancakan politik. Kalau benar ada intervensi oknum tim sukses, itu bukan hanya pelanggaran administrasi, tapi berpotensi kuat sebagai tindak pidana korupsi. Negara dirugikan, pendidikan dikorbankan, dan aparat penegak hukum wajib turun tangan,” tegas Anita.
Menurut Anita, intervensi politik dalam program pendidikan adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Dana APBN seharusnya dipertanggungjawabkan dengan mekanisme transparan, bukan dijadikan alat balas budi politik.
Atas dugaan kuat ini, Dewan Pimpinan Nasional FAMI menegaskan akan segera melayangkan pengaduan resmi kepada pihak berwenang.
“Ini harus diusut tuntas. Kami tidak ingin dana pendidikan yang seharusnya untuk anak-anak bangsa justru jadi bancakan politik kotor. Kami siap membawa kasus ini ke ranah hukum,” tutup Anita.
Tim