(Keterangan foto : Rapat bersama Kementerian ATR/BPN dengan Komisi II DPR RI.)
Jakarta, Metro Online –
Laut biru, pasir putih, dan ribuan pulau eksotis membentang di sepanjang garis khatulistiwa Indonesia. Namun di balik keindahan tersebut, tersimpan kekhawatiran lama yang kini kembali mencuat ke permukaan: praktik jual beli pulau yang diam-diam terus berlangsung, bahkan dipasarkan secara terbuka di internet.
Kekhawatiran ini bukan isapan jempol. Dalam rapat kerja antara Komisi II DPR RI dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada Selasa (1/7/2025), Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyuarakan keresahan publik dan mendorong agar persoalan ini ditangani dengan pendekatan lintas kementerian.
“Ini sudah berlangsung sejak belasan tahun lalu. Banyak pulau yang dijual atau disewakan, bahkan bisa ditemukan di situs-situs internasional,” ungkap Dede di gedung DPR RI, Jakarta. Menurutnya, kekosongan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antarinstansi menjadi biang keladi tak tuntasnya masalah ini.
Dede pun mengusulkan agar Kementerian ATR/BPN menginisiasi Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga kementerian antara ATR/BPN, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memperjelas batas regulasi dan tanggung jawab masing-masing pihak. Bahkan, ia menyarankan agar Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi turut dilibatkan demi mengawal kepentingan investasi nasional yang berkelanjutan.
Di balik jual beli pulau, tersimpan isu yang lebih dalam: tumpang tindih tata ruang yang kerap membuat investor baik domestik maupun asing enggan menanamkan modal. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), menurut Dede, harus menjadi titik awal penyelesaian. Tanpa kepastian ruang dan legalitas lahan, pembangunan di kawasan-kawasan strategis sulit diwujudkan.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyoroti kerentanan ribuan pulau kecil yang belum memiliki sertifikat resmi. Dari sekitar 9.000 pulau kecil di Indonesia, diperkirakan 90 persen belum memiliki hak kepemilikan yang jelas secara hukum.
“Inilah pekerjaan rumah besar kita bersama. Tanpa kejelasan hukum, pulau-pulau ini berpotensi menjadi objek transaksi ilegal dan menimbulkan polemik jangka panjang,” ujar Rifqinizamy.
Ia pun menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum yang memperbolehkan warga negara asing maupun badan hukum asing memiliki pulau di wilayah kedaulatan Indonesia. “Kalau ada yang mengklaim punya legalitas, maka itu pasti bertentangan dengan hukum nasional,” tegasnya.
Indonesia memang kaya akan pulau, namun kekayaan ini harus dijaga dengan bijak. Dalam konteks geopolitik dan lingkungan hidup, pulau bukan sekadar lahan investasi. Ia adalah simbol kedaulatan, sumber daya alam, dan identitas budaya lokal.
Usulan SKB tiga menteri bisa menjadi langkah awal yang konkret untuk merapikan kewenangan, menertibkan regulasi, dan memperkuat pengawasan digital terhadap praktik jual beli pulau yang selama ini luput dari pantauan negara.
Langkah ini tak hanya penting untuk kepastian hukum, tetapi juga untuk menegaskan bahwa setiap jengkal tanah dan laut Indonesia adalah bagian tak terpisahkan dari kedaulatan bangsa.(JT)
telah dibaca :
113