(Suasana penyerahan bendera merah putih kepada bupati Natuna)
Natuna, Metro Online – Hujan deras mengguyur kawasan Pantai Piwang, Minggu sore (17/8/2025), tak menyurutkan semangat ratusan pelajar SMAN 2 Bunguran Timur untuk menampilkan atraksi drambend. Meski sebagian penonton terpaksa berhamburan mencari tempat berteduh, dentuman perkusi dan lenggak-lenggok para penari tetap mengalun penuh energi, memanaskan suasana jelang penurunan Sang Saka Merah Putih.
Ironisnya, begitu atraksi berakhir, langit mendadak cerah kembali. Seolah semesta ingin menguji keteguhan para pelajar itu, sebelum memberi ruang khidmat bagi prosesi penurunan bendera.
Atraksi drambend bukan sekadar hiburan. Di balik seragam basah kuyup dan langkah yang kadang licin karena tanah becek, tersimpan pesan tentang daya tahan dan nasionalisme generasi muda Natuna. “Anak-anak tetap bersemangat walaupun hujan deras. Mereka ingin membuktikan bahwa kecintaan pada tanah air tidak bisa ditawar oleh cuaca,” ujar seorang guru pendamping ditemui di lokasi.
Bagi masyarakat yang bertahan menonton, penampilan itu menjadi simbol keteguhan. Sementara bagi mereka terpaksa mencari tempat aman, atraksi tetap meninggalkan kesan mendalam bahwa semangat kebangsaan tidak luntur meski diterpa hujan badai.
Sekitar pukul 17.00 WIB, upacara penurunan bendera dimulai. Bertindak sebagai inspektur upacara, Bupati Natuna Cen Sui Lan, sementara pimpinan upacara dipegang AKP Jemi Admoko SH, Pama Polres Natuna.
Sebanyak 33 anggota Paskibraka dari berbagai SMA sederajat tampil penuh disiplin. Diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya, pasukan dipimpin komandan Paskibraka itu menurunkan bendera dengan langkah mantap.
Momen paling khidmat adalah ketika Chelsia Melia, siswi SMAN 1 Serasan Timur, menyerahkan bendera kepada Bupati Natuna. Dengan gerakan penuh hormat, Merah Putih kembali dilipat, diserahkan, dan diamankan sebagaimana tradisi kenegaraan penuh makna.
Bagi masyarakat Natuna, momentum ini bukan hanya rutinitas tahunan. Atraksi drambend dan upacara penurunan bendera adalah pengingat tentang perjalanan panjang bangsa menuju usia ke-80 tahun kemerdekaan.
“Generasi muda adalah garda depan menjaga semangat kebangsaan. Apa yang mereka lakukan hari ini, meski basah kuyup, menjadi bukti bahwa nasionalisme terus hidup di daerah perbatasan seperti Natuna,” kata seorang tokoh masyarakat yang hadir.
Sejarah mencatat, di pulau-pulau terluar seperti Natuna, semangat nasionalisme seringkali teruji oleh keterbatasan dan tantangan alam. Namun, setiap tahun perayaan kemerdekaan menjadi momen untuk menyatukan kembali masyarakat dalam rasa bangga sebagai bagian dari Republik Indonesia.
Sore itu, hujan turun lalu reda, musik drambend bergema lalu senyap, dan akhirnya Sang Saka Merah Putih perlahan diturunkan dengan khidmat. Semua peristiwa itu menyatu menjadi narasi tentang keteguhan, pengorbanan, dan cinta tanah air.
Di bawah langit Natuna yang berawan, semangat itu terasa semakin terang, kemerdekaan bukan sekadar peringatan, melainkan janji untuk terus menjaga Indonesia tetap kokoh, dari pusat hingga perbatasan.(Roy)
telah dibaca :
123