Mimpi Pelabuhan Ekspor-Impor Antara Ambisi dan Realitas

(Gubernur Kepri saat menyampaikan pesan kepada wartawan dukung program bupati)

 

Natuna, Metro Online – Gagasan menjadikan Pelabuhan Selat Lampa sebagai pelabuhan ekspor-impor kembali mencuat setelah Bupati Natuna Cen Sui Lan menyampaikan keinginannya di hadapan Gubernur Kepulauan Riau. Namun, pernyataan sang bupati menyebut jurnalis “tidak mau tahu” memicu reaksi di kalangan media dan pemerhati infrastruktur maritim.

Di satu sisi, ide ini terdengar visioner, karena membuka jalur ekspor langsung dari Natuna ke pasar internasional, mengurangi ketergantungan pada pelabuhan di luar daerah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Namun di sisi lain, realitas di lapangan menunjukkan bahwa ambisi tersebut masih jauh dari kata siap.

Pelabuhan Selat Lampa merupakan pelabuhan umum di bawah Kementerian Perhubungan, selama ini melayani kapal penumpang seperti KM Bukit Raya, kapal kargo, dan kapal pengangkut BBM.

Panjang dermaga: ± 90 meter
Fungsi saat ini Bongkar muat penumpang, barang kebutuhan pokok, BBM

Keterbatasan Dermaga tidak mampu menampung kapal besar dengan kapasitas ekspor-impor massal, apalagi untuk operasi bongkar muat yang memakan waktu lama. Untuk kapal cargo bisa 1-3 hari. Sementara kapal besar pembawa kontainer bisa mencapai 7-10 hari setelah kapal tiba di pelabuhan.

“Dengan panjang 90 meter, kapal ekspor ukuran menengah saja sulit sandar tanpa mengganggu kapal penumpang dan tanker BBM,” ujar seorang pejabat teknis.

Berdasarkan regulasi dan praktik internasional, pelabuhan ekspor-impor harus memiliki

1. Fasilitas bongkar muat modern (crane, gudang kontainer, area penumpukan barang).

2. Akses transportasi darat yang memadai.

3. Fasilitas bea cukai dan karantina di lokasi.

4. Kapasitas sandar kapal besar tanpa mengganggu trafik reguler.

5. Sistem keamanan dan keselamatan sesuai standar internasional.

Jika mengacu pada daftar persyaratan resmi Kemenhub dan Kementerian Perdagangan, Selat Lampa saat ini belum memenuhi sebagian besar poin tersebut.

Visi pelabuhan ekspor-impor harus diiringi dengan kesiapan komoditas yang konsisten untuk dikirim ke luar negeri. Dari Natuna, potensi utamanya adalah ikan segar/beku. Namun di luar itu, pilihannya terbatas.

Ikan: Butuh rantai pendingin (cold chain) yang mumpuni. Saat ini kapasitas cold storage di Natuna masih minim. Selain itu pasokan Listrik masih belum mencukupi.

Kelapa: Masa simpan terbatas dalam perjalanan laut yang lama, kelapa berisiko mulai berkecambah.

Hasil bumi lain: Jumlahnya kecil dan belum dalam skala industri.

Berbicara ekspor, jangan hanya melihat dermaga. Supply chain harus siap dari hulu ke hilir.

Celakanya sejumlah media sempat memberitakan bahwa pelabuhan Selat Lampa sudah disetujui menjadi pelabuhan ekspor-impor. Informasi ini belum bisa dianggap kebenarannya, sehingga menimbulkan ekspektasi publik terlalu tinggi.

“Bermimpi boleh, tapi jangan menghayal,” kata seorang tokoh masyarakat Fadillah.“Kalau dermaganya saja belum cukup panjang, bagaimana mau menerima kapal ekspor berukuran besar? Tambah mantan ketua PP Natuna itu saat dimintai tanggapannya lewat telpon selulernya.

Untuk menjadikan Selat Lampa pelabuhan ekspor-impor patut diapresiasi sebagai visi ke depan. Namun, agar mimpi ini tak menjadi “pepesan” kosong, ada pekerjaan rumah besar harus dilaksanakan.

Memperluas dermaga dan membangun fasilitas bongkar muat modern.

Menyediakan cold storage dan infrastruktur logistik pendukung.

Mengamankan pasokan komoditas ekspor dalam jumlah konsisten.

Menyelesaikan izin, sertifikasi, dan kesiapan teknis sesuai standar internasional.

Tanpa semua itu, pelabuhan ekspor-impor di Natuna akan tetap menjadi ide bagus yang terjebak di atas kertas,tutupnya.(Roy)



telah dibaca :
128