Nganggong Ruah Merupakan Kearipan Lokal Harus di Lestarikan 

Breaking News305 Views

(Suasana Nganggong didalam mesjid merupakan tradisi harus dilestarikan )

 

Bangka, Metro Online – Tradisi “Nganggong” kembali semarak di Desa Kace, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, pada Jumat malam (14/02/2025). Setelah merayakan malam Nisfu Syaban dengan doa bersama, serta melaksanakan puasa Syaban di siang harinya, masyarakat setempat langsung berbondong-bondong melaksanakan “Nganggong” di masjid dan mushola terdekat setelah berbuka puasa.

Tradisi ini telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Bangka dan tetap lestari hingga kini sebagai bentuk rasa syukur sekaligus momen untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT. Suasana penuh kebersamaan terasa begitu hangat ketika warga membawa dulang berisi aneka hidangan khas untuk disantap bersama di tempat ibadah.

Melestarikan Budaya dan Mempererat Silaturahmi

Saat hadir di Surau Ar Rahman, Dusun II Desa Kace, tim Metro Online berkesempatan berbincang dengan Yusuf (47), salah satu petugas surau. Ia menjelaskan bahwa “Nganggong” bukan sekadar tradisi, tetapi juga menjadi simbol gotong royong dan kebersamaan antarwarga.

“Setiap tahun, kami di Desa Kace selalu mengawali bulan puasa dengan acara ‘Nganggong’. Tradisi ini sudah ada sejak lama dan masih terus kami lestarikan. Meski ada yang menganggapnya bid’ah, bagi kami, ini adalah bentuk kebersamaan, ajang silaturahmi dengan tetangga, serta ungkapan rasa syukur karena masih diberi kesempatan bertemu bulan Ramadhan,” ujar Yusuf.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa setelah “Nganggong”, biasanya esok harinya masyarakat mengadakan Lebaran Ruah, yaitu tradisi mendoakan para leluhur yang telah berpulang. Namun, di Desa Kace sendiri, tradisi Lebaran Ruah sudah jarang dilakukan.

“Dulu di Desa Kace ini ada empat kali lebaran, sehingga sekarang hanya Idul Fitri dan Idul Adha yang masih dijalankan sebagai kewajiban. Meski begitu, tradisi ‘Nganggong’ tetap harus kita pertahankan,” tambah Yusuf.

Antusiasme Masyarakat dalam Tradisi “Nganggong”

Dalam pelaksanaan “Nganggong”, warga datang ke masjid atau mushola dengan membawa dulang yang berisi nasi beserta lauk-pauk khas Bangka, seperti lempah kuning, ikan panggang, dan sambal belacan. Setelah doa bersama dipanjatkan, makanan yang dibawa pun disantap bersama-sama, menciptakan suasana kebersamaan yang erat di antara masyarakat.

Bagi warga Desa Kace, tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi juga momentum untuk menjalin kebersamaan dan mempererat hubungan sosial di tengah kesibukan sehari-hari. Banyak dari mereka berharap agar “Nganggong” terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

“Kami berharap tradisi ini tidak punah, karena ini adalah bagian dari identitas budaya kita di Bangka. Selain sebagai bentuk rasa syukur, juga mempererat ukhuwah Islamiyah di antara warga,” ujar salah satu warga yang turut hadir dalam acara.

Tradisi “Nganggong” Sebagai Warisan Budaya

Seiring perkembangan zaman, beberapa tradisi adat mulai memudar. Namun, “Nganggong” tetap bertahan karena memiliki makna mendalam bagi masyarakat Bangka. Dengan adanya tradisi ini, generasi muda diharapkan dapat terus mengenali dan meneruskan nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Tradisi “Nganggong” tidak hanya menjadi ajang berbagi makanan, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan kepedulian sosial. Oleh karena itu, masyarakat Desa Kace berkomitmen untuk terus menjaga dan melestarikan budaya ini agar tetap hidup di tengah perubahan zaman.

“Meskipun ada perubahan dalam cara hidup, kami tetap ingin mempertahankan tradisi ini. Semoga anak cucu kita kelak masih bisa merasakan kebersamaan dan makna dari ‘Nganggong’,” pungkas Yusuf.

Dengan semangat kebersamaan yang terus dijaga, tradisi “Nganggong” di Desa Kace menjadi contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat tetap bertahan dan berkembang di tengah modernisasi.(Deky)



telah dibaca :
255