((Lanud RSA kirim dokter spesialis bedah ke RSUD Natuna)
Natuna, Metro Online – Bertempat di ruuang bedah RSUD Natuna, deru alat medis bersahutan dengan suara instruksi dari seorang pria berseragam dinas militer berbalut jas putih. Tangannya cekatan menangani patah tulang seorang pasien dewasa yang baru saja dibawa dari daerah pesisir.
Namanya Letkol Kes dr. Dwi Indra Darmawan, M.Kes., Sp.OT., Subsp.P.L (K) Hip & Knee. Ia bukan dokter sipil biasa. Dwi adalah perwira kesehatan dari TNI Angkatan Udara yang sehari-hari berdinas di Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) Yuniati Wisma Karyani, Lanud Raden Sadjad (RSA), Natuna.
Ia ditugaskan ke RSUD Natuna berdasarkan surat permohonan dari Dinas Kesehatan Kabupaten. Penugasan ini bukan hanya rutinitas, tapi bagian dari langkah taktis untuk mengisi kekosongan layanan spesialis ortopedi yang sejak lama menjadi persoalan utama di wilayah terluar Indonesia ini.
“Dulu pasien kami harus dirujuk ke Tanjungpinang, Batam, bahkan Jakarta untuk operasi patah tulang atau penggantian sendi,” ujar seorang perawat senior di RSUD Natuna. “Sekarang cukup ke ruang bedah sini. Itu pun dengan dokter militer.”
Kehadiran Letkol Dwi adalah bagian dari program kolaborasi kesehatan yang telah berjalan sejak Juli 2025. Komandan Lanud RSA, Marsma TNI Onesmus Gede Rai Aryadi, menjadi inisiator sekaligus pengarah dalam menjembatani kebutuhan antara sipil dan militer.
“Kami tidak hanya menjaga udara Indonesia, tetapi juga membangun manusia di batas negeri,” kata Onesmus, Rabu, 15 Oktober 2025. “Natuna adalah wajah terdepan Indonesia. Kalau bukan kita peduli, siapa lagi?”
Natuna bukanlah daerah biasa. Gugusan pulau yang lebih dekat ke Vietnam dan Malaysia ini adalah titik strategis pertahanan sekaligus wilayah rawan keterbatasan layanan dasar, termasuk kesehatan. Jumlah dokter spesialis sangat terbatas. Teknologi medis tertinggal. Mobilisasi pasien kerap bergantung pada cuaca.
Di tengah situasi itu, Lanud Raden Sadjad menjelma jadi simpul harapan. Pangkalan udara ini tak hanya berfungsi militer, tapi juga kerap menjadi tumpuan logistik, evakuasi medis, bahkan tempat pendidikan darurat saat bencana melanda.
“Ini wujud TNI AU AMPUH: Adaptif, Modern, Profesional, Unggul, dan Humanis,” ujar Komandan Onesmus. Kata ‘humanis’ yang ia sebut terakhir seolah menjadi kata kunci dari semua gerakan yang dilakukan Lanud RSA di bumi Natuna.
Dalam waktu tiga bulan, puluhan tindakan medis telah dilakukan oleh tim dari RSAU, mulai dari operasi fraktur, arthroscopy, hingga arthroplasty operasi penggantian sendi lutut dan panggul. Semua dikerjakan dengan sumber daya terbatas, namun berdampak luar biasa bagi pasien-pasien yang sebelumnya pasrah menunggu rujukan.
“Bayangkan, ada pasien lansia yang sudah dua tahun tak bisa berjalan karena lututnya rusak,” kata Letkol Dwi. “Sekarang sudah mulai latihan berdiri. Saya ikut terharu.”
Salah satu pasien bernama Haji Ramlan (65), warga Sedanau, menempuh 5 jam perjalanan laut hanya untuk bisa ditangani Letkol Dwi. Ia mengaku awalnya takut operasi, tapi keyakinannya tumbuh saat tahu yang menangani adalah dokter militer. “Saya percaya karena tentara pasti disiplin dan tahu tanggung jawab,” katanya.
Bagi masyarakat perbatasan, kehadiran dokter dari Lanud RSA bukan sekadar bantuan medis. Ia adalah simbol bahwa negara hadir, bukan hanya lewat pidato, tapi melalui tangan yang langsung menyentuh warga, mengangkat mereka dari ketertinggalan, dan memberikan kesempatan kedua untuk hidup lebih baik.
Di tengah langit yang dijaga jet tempur dan radar, di balik pagar kawat markas militer, TNI AU memperlihatkan wajah lembut, manusiawi, dan menyembuhkan.
Dan di ujung negeri jauh dari sorotan, seorang dokter berpangkat letnan kolonel terus bekerja, membawa harapan, satu pasien dalam satu waktu.(Roy)
telah dibaca :
125