Tabir Gelap Renovasi Rumah Dinas Jadi Jalan Masuk Dugaan Gratifikasi

(Bupati Natuna saat dikonfirmasi)

 

Natuna, Metro Online — Renovasi rumah dinas Bupati Natuna yang semula tampak seperti kegiatan rutin pemeliharaan, kini menjadi pintu masuk dugaan praktik gratifikasi yang menyeret nama pejabat daerah dan seorang pengusaha ternama di Kota Ranai.

Tabir gelap dugaan gratifikasi ini mulai terbuka ketika seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Natuna mengungkap informasi sensitif kepada wartawan Metro Online. Ia menyebut adanya kegiatan pengukuran gedung rumah dinas dan ruang kerja yang dilakukan bahkan sebelum pelantikan resmi Bupati terpilih, Cen Sui Lan.

Yang mencengangkan, pengukuran itu diduga bukan atas perintah resmi pemerintah, melainkan dari seseorang berinisial B, seorang pengusaha yang dikenal luas di Ranai. “Saya tahu pasti. Inisial I diperintah oleh B, katanya atas nama Bupati, untuk mengukur gedung sebelum direnovasi,” ujar ASN tersebut, yang meminta namanya tidak dipublikasikan, Kamis (3/7/2025).

Lebih lanjut, ASN itu menyebut, I bahkan meminta kunci gedung kepada salah satu pejabat. Ketika ditelusuri siapa yang memberikan kunci, seorang pejabat bernama Isparta, justru mengaku lupa. “Saya lupa bang, banyak kali perintah, jadi saya tidak ingat lagi,” ujarnya singkat.

Publik pun mulai bertanya-tanya. Jika pengukuran dilakukan sebelum pelantikan resmi, tanpa surat tugas atau perintah kerja, maka besar kemungkinan renovasi dilakukan dengan dana non-APBD. Artinya, ada dugaan kuat bahwa proyek tersebut dibiayai oleh pihak swasta dalam hal ini, oknum pengusaha.

Lalu, muncul pertanyaan yang lebih serius: Apa motif pengusaha membiayai renovasi rumah dinas dan ruang kerja bupati? Apakah bentuk “bantuan” itu murni niat baik, atau ada harapan balasan dari kekuasaan?

Menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi adalah segala bentuk pemberian kepada penyelenggara negara yang berkaitan dengan jabatan mereka. Pasal 12B secara tegas menyatakan bahwa pemberian tersebut dianggap suap bila bertentangan dengan kewajiban dan tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari.

Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan gratifikasi yang masuk ke KPK dari Bupati Natuna Cen Sui Lan.

Sanksinya tidak main-main. Jika terbukti, penerima gratifikasi bisa dijerat pidana minimal 4 tahun penjara hingga seumur hidup, dengan denda antara Rp200 juta sampai Rp1 miliar. Tak hanya itu, pemberi gratifikasi pun bisa dihukum hingga 5 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 UU Tipikor.

Bupati Lempar  Bola Panas

Ketika dikonfirmasi usai menghadiri RDP dengan DPRD Natuna, Bupati Cen Sui Lan memilih mengelak. “Emang saya siapa? Mana ada orang yang mau beri ke saya,” ujarnya enteng, sembari melempar tanggung jawab kepada Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah.

Namun, baik Sekda maupun Wabup yang ditemui terpisah memilih diam.

Kasus ini tidak hanya soal renovasi rumah dinas atau perabotan mewah. Ini adalah potret bagaimana hubungan antara kekuasaan dan pengusaha bisa melahirkan potensi penyimpangan serius jika tidak diawasi secara ketat.

Dugaan gratifikasi harus diselidiki lebih dalam oleh aparat penegak hukum. Jika dibiarkan, hal ini bukan saja mencoreng etika pemerintahan yang bersih, tapi juga memberi ruang bagi praktik koruptif yang mengakar sejak masa awal kepemimpinan.(Roy)



telah dibaca :
235