TPPO, Luka Kemanusiaan di Gerbang Kepri

(Kejaksaan Tinggi Kepri saat melakukan pemaparan tentang TPPO)

 

Batam, Metro Online – Suasana Kamis pagi di Kantor Kecamatan Sagulung terasa berbeda. Aula yang biasanya dipenuhi aktivitas administrasi, kali ini berubah menjadi ruang diskusi penuh keprihatinan. Sekitar 65 orang dari berbagai unsur masyarakat, aparatur pemerintah, tokoh masyarakat, hingga kader PKK dan Posyandu, duduk khidmat mengikuti pemaparan tentang bahaya laten yang mengintai di sekitar mereka, yaitu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Kegiatan digagas Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melalui program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (BINMATKUM) itu dipimpin oleh Kasi Penerangan Hukum, Yusnar Yusuf, S.H., M.H. Dengan suara tenang namun tegas, ia membuka tabir betapa seriusnya ancaman TPPO di tengah masyarakat.

“TPPO ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi luka kemanusiaan. Bentuk perbudakan modern yang sering tidak kita sadari. Korbannya kebanyakan perempuan dan anak-anak,” ungkap Yusnar, menatap hadirin yang hening.

Yusnar menjelaskan, istilah perdagangan orang atau trafficking in persons sudah lama menjadi perhatian dunia. Indonesia sendiri meratifikasi Protokol Palermo pada 2009 dan mengeluarkan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.

Namun, realitasnya tidak semudah membalik telapak tangan. Kepulauan Riau, dengan posisi geografis yang dekat dengan Malaysia dan Singapura, menjadi salah satu daerah transit terbesar. Data 2024 mencatat, Kepri masuk 10 provinsi penyumbang korban TPPO terbesar di Indonesia.

“Modusnya makin canggih. Dari iming-iming pekerjaan di luar negeri, pernikahan pesanan, magang palsu, sampai penculikan anak jalanan. Semua bisa jadi pintu masuk,” paparnya.

Bagi korban, TPPO meninggalkan luka mendalam, trauma, depresi, penyiksaan, pelecehan seksual, bahkan kematian. Bagi negara, kasus-kasus ini merusak citra di mata dunia sekaligus merugikan secara ekonomi.

“Ini kejahatan yang merampas martabat manusia. Korban pulang ke tanah air dengan stigma, dianggap aib, padahal mereka justru butuh pelukan dan perlindungan,” kata Yusnar, membuat beberapa peserta tampak menunduk dalam.

Kejati Kepri menegaskan, pemberantasan TPPO tak mungkin hanya mengandalkan aparat hukum. Masyarakat justru menjadi kunci pencegahan.

Mulai dari waspada terhadap tawaran kerja mencurigakan, melaporkan dugaan kasus, hingga memberi dukungan moral bagi korban, semuanya bisa dilakukan oleh warga.

“Perang melawan TPPO harus menjadi gerakan bersama. Pemerintah, swasta, LSM, hingga masyarakat sipil harus bersatu memutus rantai perdagangan orang,” tegas Yusnar.

Camat Sagulung, M. Arfie Eranov, S.STP, turut hadir, menyambut baik kegiatan ini. Menurutnya, edukasi seperti ini sangat penting agar aparatur dan tokoh masyarakat bisa menjadi “benteng” pertama di lapangan.

Kegiatan ditutup dengan seruan moral jangan sampai keluarga, tetangga, atau kerabat sendiri menjadi korban. Dengan sinergi, edukasi, dan penegakan hukum tegas, Kepri diharapkan bisa keluar dari daftar kelam penyumbang korban TPPO.

Di luar aula, terik matahari Batam semakin menyengat. Namun di hati para peserta, tumbuh kesadaran baru: bahwa menjaga martabat manusia bukan hanya tugas aparat, melainkan kewajiban bersama.(Arian)

Editor: Roy



telah dibaca :
91